KEBUNKU #3 | PUPUK DAN KAPAK

Baca dulu part sebelumnya jika belum :)"Guung ?" Haris memanggilnya beberapa kali.

"Jangan becanda doong" Dia mengira Agung mempermainkannya.

Haris berjalan perlahan ke luar gudang, kemudian melirik ke segala arah dari pintu gudang, mencari ke mana perginya Agung. Dia melihat cahaya dari beberapa rumpun bunga chamomile, cahaya itu adalah flashlight dari smartphone milik Agung yang tergeletak di tanah.

Haris segera mengambilnya, dan yang benar saja, flashlight dari smartphone itu memperlihatkan hal yang mengerikan, di tanah-tanah gembur yang memberi nutrisi pada bunga-bunga di kebun itu terkubur potongan-potongan tubuh manusia. Penimbunannya sangat tidak rapi, tanah di bawah bunga-bunga itu seperti dibongkar tak terlalu dalam, kemudian diisi potongan-potongan tubuh, lalu ditimbun kembali, bahkan terlihat satu mata dan beberapa jari menyembul dari dalam tanah.

Di tanah yang tak ditumbuhi bunga, di jalur kecil untuk menyusuri kebun, tampak jejak kaki dengan langkah yang ditekan keras, seperti orang yang sedang diseret. Haris mulai sadar situasi mereka sudah tidak aman. Bisa saja itu adalah jejak kaki Agung karena itu terlihat masih baru mengingat smartphone-nya terjatuh yang mungkin disengaja untuk memberitahu Haris.

Dia segera menelpon Tio menggunakan smartphone Agung yang dia pegang, meminta Tio untuk menelpon polisi segera. Tapi, Tio tak kunjung mengangkatnya. Di saat yang sama, Tio ternyata sedang menelpon teman sekelasnya perihal tugas yang akan dikumpulkan besok hari, pantas saja ketika ditelpon selalu berada dalam panggilan lain.

KRAAKKK

"Lari, Ris !!" Teriak Agung yang keluar dari belakang rumah Sang Bapak diiringi bantingan pintu. Ia terlihat tertatih-tatih sambil memegang perutnya dengan satu tangan. Namun itu tak cukup untuk menghentikan darah yang mengucur dari perutnya.

Tanpa ragu Haris mengikuti apa yang dikatakan Agung, dia tak bingung sama sekali, tetap tenang dan tak terlihat panik.

"Awas, Gung." Haris memperingatkan Agung sesaat sebelum dia akan berlari, ada kapak yang melayang ke arah Agung dari belakangnya, beruntung Agung berhasil menghindarinya dengan menjatuhkan badannya ke samping.


"Sudah kubilang, jangan dekati kebun anakku." Tegur Sang Bapak dengan tatapan kosong dan intonasi datar.

Haris mengambil kapak itu, "Tunggu, tunggu, kami tak bermaksud jahat ke sini. Aku hanya mencari petunjuk tentang hilangnya abangku." Haris menodongkan kapak itu pada Sang Bapak, "...dan dugaanku Bapak tahu sesuatu" Sambungnya.

"Dia orangnya, Ris. Dia yang membunuh abang mu." Teriak Agung terbatuk-batuk karena luka di perutnya.

"Mem..bunuh ?" Haris tercengang, matanya membesar, mulutnya tak menutup kembali setelah bicara, matanya mulai berkaca-kaca.

"Iya, gue ngeliat jaket abang lu di dalam, dibungkus dan diikat dalam plastik besar." Agung masih berusaha bicara, mencoba membeberkan semua yang ia tahu setelah disekap, ditusuk, kemudian diseret diam-diam ke dalam rumah oleh Sang Bapak. Beruntung dia masih bisa melakukan perlawanan dan kabur dari sekapan tangan Sang Bapak.

"Ha ?" Haris sepertinya terguncang, kapak yang dia todongkan tadi, genggamannya mulai melemah.

"Lu masih ga percaya setelah ngeliat darah di gudang itu, ha !? Waktu dia ngasih bola tadi pagi juga dia bau anyir." Agung mencoba meyakinkan Haris. Sedangkan Sang Bapak perlahan maju mendekati mereka. Agung mundur mendekat ke Haris, mencari pegangan karena badannya sudah mulai lemas.

"Gue juga ngeliat pakaian-pakaian salah satu dari 2 korban lainnnya, itu mungkin barang-barang milik orang-orang yang telah dibunuhnya, mungkin dia ingin membakarnya untuk menghilangkan barang bukti." Sambung Agung dengan suara yang sudah mulai lirih, terus berusaha menegarkan Haris.

"Lalu, potongan-potongan tubuh di bawah bunga-bunga ini ?" Haris terbata-bata, dia menunjuk ke bunga-bunga di sebelah kanannya.

"Ha ?" Agung menghela napas. "Aduh, gw pusing. Apalagi itu yang lu temukan" Wajahnya pucat, Agung mulai kehabisan darah.

"Harusnya saya menusuk leher mu tadi, Nak." Sahut Sang Bapak.

"Siapa namamu ? Agung, Haris. Hanya kalian berdua ? Mana Tio ?" Sambungnya bicara dengan nada santai, lembut, bahkan terdengar ramah.

"Di rumah." Jawab Haris tegas.

"Kamu pikir saya percaya ?" Sanggah Sang Bapak setelah melihat smartphone yang dipegang Haris. Beliau perlahan terus maju mendekat ke arah mereka berdua.

"Lempar kapaknya, Ris" Agung masih punya cukup tenaga untuk bicara. Malah tampaknya Haris yang tak berdaya, tangannya gemetar, tak sanggup melempar kapak yang nantinya mungkin bisa saja menancap di kepala Sang Bapak, dia tak berani membunuh..

Menyadari itu Sang Bapak berlari ke arah mereka sambil meraba pinggang belakangnya. Agung dengan tanggap merebut kapak dari tangan Haris kemudian melemparnya ke arah Sang Bapak. Namun, lemparan Agung tak begitu bertenaga. Kapak itu ditangkis dengan mudah menggunakan kapak lain yang beliau ambil dari pinggangnya barusan, namun itu cukup untuk menghentikan langkah beliau.

"Berapa kapak yang dia punya." Agung masih saja terus mengoceh. Ia ditopang bahu oleh Haris, berusaha menjauh dari Sang Bapak.

Haris berusaha menghubungi Tio sekali lagi, kali ini dengan mengirim pesan, berharap dia membacanya segera. Namun, usaha mereka dilihat oleh Sang Bapak. Beliau melempar kapaknya ke tangan Haris agar usaha mereka mencari bantuan gagal. Haris tak sempat mennghindarinya, sisi atas kepala kapak itu mengenai tangannya hingga menjatuhkan smartphone yang ia gunakan untuk menhubungi Tio. Sang Bapak kemudian berlari ke arah mereka, mencoba untuk menangkap salah satu dari mereka.

Haris dan Agung berhasil menghindar. Namun smartphone itu direbut dari mereka. Tangan Haris sekarang memar karena lemparan kapak tadi.

"Aku akan mengurus Tio setelah menghabisi kalian." Ancam Sang Bapak. Beliau ingin menghabisi mereka bertiga satu persatu, karena akan merepotkan jika harus mengurus ketiganya sekaligus, itu hanya akan memberikan mereka bantuan tambahan.

"Aku akan memanggilnya ke sini, nanti." Beliau mengangkat smartphone yang direbutnya, memperlihatkan interface aplikasi chatting di smartphone itu, seolah dia mengatakan akan men-chat Tio nanti dengan berpura-pura sebagai Agung atau Haris.
*****
Bersambung... 
Lanjut ke part 4 

Post a Comment

Previous Post Next Post