KEBUNKU #4 & END | AKU AKAN MENEMUIMU

Baca dulu part sebelumnya jika belum :)Mereka lari ke belakang gudang. Agung yang masih ditopang Haris mulai kelelahan, ia merasa tak sanggup lagi berlari, berdiri pun kewalahan. Mereka memutuskan duduk di belakang gudang, merasa Sang Bapak kehilangan jejak mereka karena teralihkan oleh smartphone walau sesaat. Mungkin situasi tenang ini juga hanya akan berlangsung sesaat. Jadi mereka tetap harus waspada.

"Gung, lu gue gendong, ayok, kita harus cepet, gue bakal bawa lu kabur dari sini, gue masih kuat." Haris merobek bajunya untuk mengikat perut Agung, mudah-mudahan bisa untuk menghentikan pendarahannya, setidaknya memperlambat.

Di sisi lain, Sang Bapak mencari mereka ke dalam gudang, beliau sempatkan mengambil beberapa perkakas untuk memburu mereka. Beliau memeriksa ke setiap sudut gudang, di balik kardus, bahkan ke atas rak, di tempat-tempat yang masih mungkin untuk mereka bersembunyi. Dari belakang gudang terdengar suara kresek-kresek rumput, seperti ada sesuatu di sana.

PRAKKK

Pintu belakang gudang didobrak keras oleh Sang Bapak. Beliau segera mencekik leher Haris dari belakang dengan rantai yang baru saja ia ambil dari gudang. Beliau sengaja membiarkan Agung karena sudah bukan ancaman lagi. Agung tersungkur, hanya bisa melihat temannya diseret.

"Toloooong !!" Teriak Haris, tapi tak cukup keras karena lehernya sedang dicekik.

"Kamu pikir ada yang akan mendengar ? Apalagi dengan suara sepelan itu ?" Ledek Sang Bapak sambil menyeret Haris ke dalam gudang. Walaupun bukan pelosok, tapi tak ada rumah lain di sekitar rumah Sang Bapak dalam radius beberapa meter. Pekarangannya yang luas membuatnya jauh dari hiruk-pikuk dan bising jalanan, apalagi jalanan di dekat rumah itu jarang dilalui kendaraan maupun orang.

"Kau...benar...benar..pembunuh...beran...tai ya." Balas Haris lirih dan terbata-bata. Tangannya terus mencoba melepaskan lilitan rantai di lehernya itu.

"Jangan-jangan kau juga yang membunuh putrimu sendiri." Haris malah memprovokasi Sang Bapak.

"Bukan !!" Bantah Sang Bapak tegas. Cekikannya semakin kencang. Beliau menggapai kunci inggris di atas meja di dekatnya. Agung mencoba membantu Haris dengan melempari batu-batu berukuran cukup besar ke Sang Bapak, namun tak ada artinya, tenaganya tak cukup untuk membuat sang Bapak mengatakan "Aw" atau "Aduh".

"Anakku mati gara-gara mereka, aku membunuh mereka karena mereka menyakiti putriku. Mereka mabuk dan menganiaya putriku sepulang dari minimarket" Sang Bapak mulai terpancing, belum sempat mengambil kunci inggris, beliau meninju mulut Haris karena berani menuduhnya membunuh putri kesayangannya, satu-satunya putri yang beliau miliki.

"Abangku ? Tidak mungkin abangku melakukannya." Haris terus berusaha melepas cekikannya.

"Apakah abangmu salah satu dari Niko, Randi, atau Deni ?"

Itu adalah nama-nama dari ketiga pelaku, dan dua di antaranya sudah dibunuh oleh Sang Bapak, kecuali Deni. Beliau belum tahu siapa anak yang bernama Deni di kampung ini, itulah kenapa beliau menanyakan nama Haris dan teman-temannya pagi tadi, mencari identitas dari anak yang membunuh putrinya.

"Bu...kan" Haris sudah mulai kelelahan.

"Berarti abangmu adalah orang yang menyaksikanku membunuh Niko di jalan. Saya harus melenyapkan semua saksi mata." Beliau terus mengoceh seolah ingin menjelaskan semuanya terlebih dahulu sebelum benar-benar membunuh Haris.

"Itulah yang saya lakukan pada kalian sekarang. Banggalah kau bisa bertemu abangmu dengan cara yang sama."

Haris menangis mendengar kenyataan itu. Abangnya tak salah apa-apa, hanya kebetulan menyaksikan sesuatu yang bahkan tak ingin dia lihat. Haris teringat senyum abangnya ketika membelikan jam tangan serupa untuknya.

"Maafkan saya, saya mohon tenanglah, jangan melawan, saya akan membunuhmu ketika pingsan agar kau tak merasakan sakit. Kalian anak-anak baik, hanya saja tidak beruntung terlibat denganku." Bujuk Sang Bapak.

"Kau tahu pelaku pembunuh anakmu, tapi kau memberikan kesaksian palsu pada polisi." Agung mencoba mengalihkan perhatian sang Bapak dengan menyudutkannya.

"Kalau saya bilang ke polisi, mereka hanya akan dipenjara, kemudian dibebaskan, saya tak mau melihat itu." Begitu pembelaan beliau.

Napas Haris pun semakin sesak, kakinya sudah meronta-ronta, liurnya juga sudah mengalir ke dagu, wajah dan matanya memerah. Dia menepuk-nepuk sang Bapak walaupun itu tak ada artinya.

BUGG

Dari pintu masuk gudang Tio datang menyelamatkan mereka. Dia memukul tangan Sang Bapak menggunakan balok yang ia pungut di jalan menuju ke mari.

"Aww !!" Sang Bapak kesakitan. Cekikan rantainnya pun lepas, Haris terbatuk-batuk karena dicekik kuat cukup lama. Dia menendang Sang Bapak dan segera menjauh darinya, membuat beliau terpental ke meja perkakas.

"Pukul kepalanya, bodoh." Bisik Agung kepada Tio.

"Ha ?" Tio tak mendengar dengan jelas apa yang diucapkan Agung. Suaranya memang sudah hampir tak keluar, ocehan tadi hanya sampai ke telinga Haris.

"Hampir aja gue jadi pupuk." Gumam Haris terbatuk-batuk sambil mengusap-usap lehernya.

Sang Bapak tampak kesal sembari mengusap-usap tangannya yang barusan dipukul. Beliau menatap Haris yang sedang mengangkat smartphone miliknya, menirukan gestur Sang Bapak yang pernah ditujukan kepada mereka ketika smartphone Agung direbut, "Bapak pikir kita hp satu berdua ?"

Tolong, si bapak pembunuh, pnggl warga, telfon polisi

Itulah isi pesan di layar smartphone Haris yang dikirim ke Tio ketika mereka bersembunyi di belakang gudang.

"Sebaiknya Bapak menyerah. Warga sedang menuju kemari, polisi juga sudah di jalan." Tio mengancam Sang Bapak sambil berdiri memegang pinggang, dan dada sedikit dibusungkan.

Sang Bapak yang tadinya menggertakkan gigi, sekarang tersenyum. "Lugunya kalian, tapi sangat berani." Perkataan dari Sang Bapak membuat hening seketika. Beliau mengurungkan niat untuk membunuh mereka, sudah tak ada gunanya melenyapkan saksi mata jika sudah ketahuan oleh polisi.

Beliau berdiri dan SRETTTT, ia menyayat lehernya sendiri menggunakan pisau yang ia ambil dari atas meja di dekatnya. Memilih mati berharap bertemu putrinya daripada menghabiskan sisa hidup menanggung dosa di penjara. Mereka tercengang melihat kejadian itu, tak ada sepatah kata pun yang keluar, hanya helaan napas dari mereka yang kelelahan.

***

Keesokan harinya, beritanya sudah menyebar kemana-mana. Berdasarkan penyelidikan, terdapat live location kadaluarsa dari putrinya di WA milik Sang Bapak. Kemungkinan itu adalah lokasi kejadian. Putrinya diam-diam mengirimkan live location kepada ayahnya agar dia segera ditolong. Selain itu juga ada voice note dari putrinya yang menyebutkan tiga nama. Itulah kenapa Sang Bapak tahu siapa saja pelakunya.

Apa mau kamu, Niko

Kamu ngapain Randi

Hentikan Deni

*Sisanya hening


Begitulah isi voice note berdurasi 5 menit lebih yang diterima Sang Bapak. Korban mencari kesempatan membuka WA dan mengunci voice note untuk terus merekam di dalam kantong, kemudian menyebutkan nama-nama pelaku di momen yang pas.

Di hari yang sama, Deni ditangkap polisi, satu-satunya pelaku yang belum dibunuh oleh Sang Bapak. Polisi kemudian menanyai mereka bertiga terkait kejadian malam itu, mereka diinterogasi di rumah sakit sambil menemani Agung dirawat karena luka di perutnya.

*T*A*M*A*T*



Post a Comment

Previous Post Next Post